Selasa, 31 Agustus 2010

Mungkinkah Ada Kehidupan di Titan?

Titan, satelit Saturnus yang satu ini memang diperkirakan memiliki kemiripan dengan Bumi. Bahkan ia disebut sebagai Bumi purba. Tapi apakah ada kehidupan di Titan? Sampai saat ini memang diketahui belum ada kehidupan di satelit yang satu itu. Namun bukan berarti tidak ada prospek untuk itu. Kemungkinan Titan untuk bisa memiliki kehidupan masih sama besar dengan kemungkinan adanya kehidupan di tempat lain di Tata Surya dan alam semesta ini.


Atmosfer Titan
Foto cincin A dan F di Saturnus disertai satelit Epimetheus dan Titan yang diambil Cassini tahun 2007. Kredit : NASA/JPL/Space Science Institute

Apa yang membuat para peneliti yakin akan kemungkinan kehidupan di Titan tak lepas dari senyawa-senyawa yang ditemukan keberadaannya di atmosfer Titan. Di antara senyawa-senyawa itu ada nitrogen dalam jumlah yang cukup besar sehingga bisa digunakan sebagai petunjuk keberadaan kehidupan. Senyawa lainnya adalah hidrogen dan karbon, yang bersama nitrogen menjadi kunci pembentuk molekul biologi kebumian seperti asam amino. Yang menarik, asam amino juga dideteksi keberadaannya di atmosfer Titan.
Sebuah penelitian mencoba melihat kesiapan atmosfer tebal di Titan menghasilkan komposisi kimia yang kemudian mengalami pengembunan dan turun ke permukaannya. Penelitian yang dilakukan ini mencoba membentuk ulang atau dengan kata lain memodelkan proses kimiawi atmosfer Titan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hiroshi Imanaka dari Universitas Arizona dan SETI Institute di Mountain View, Calif serta Mark A. Smith dari Universitas Arizona memberikan pembuktian awal dari kemampuan nitrogen untuk bergabung membentuk organisme makromolekul. Penemuan ini memberi indikasi molekul organik seperti apa yang bisa ditemukan di Titan, sekaligus jadi model kimia untuk kondisi pra-kehidupan di Bumi dulu.


Senyawa Kehidupan di Titan

Sebagaimana diketahui Bumi dan Titan merupakan dua obyek keplanetan yang memiliki atmosfer tebal, didominasi oleh nitrogen. Namun bagaimana molekul organik kompleks bisa terbentuk seperti yang ditemukan di Bumi muda ataupun di atmosfer Titan masih merupakan misteri. Kehidupan masa muda Bumi memang sudah lewat, namun tidak demikian dengan Titan. Keberadaan atmosfer yang didominasi oleh nitrogen dan kimia organik menjadi petunjuk penting untuk menyusuri kembali jejak asal muasal kehidupan di Bumi. Mengapa? Karena Nitrogen merupakan elemen esensial bagi kehidupan.
Meskipun demikian, nitrogen bukan komponen tunggal yang bertanggung jawab atas kehidupan itu. Untuk bisa mendapatkan senyawa yang mengindikasikan kehidupan, nitrogen harus berubah menjadi komponen kimia yang lebih aktif sehingga bisa mengendalikan rekasi pembentukan dasar sistem biologi.
Dalam penelitian ini Imanaka dan Smith mengubah campuran gas nitrogen-metana yang serupa dengan yang ada di atmosfer Titan menjadi kumpulan nitrogen yang mengandung molekul organik dengan cara menyinari gas dengan sinar ultraungu energi tinggi. Tujuannya adalah untuk melihat efek radiasi sinar Matahari pada atmosfer Titan.
Pada saat dilakukan penyinaran, sebagian besar nitrogen bergerak ke senyawa padat bukannya gas. Padahal dalam model yang ada, diprediksi kalau nitrogen akan bergerak dari senyawa gas ke padat dalam proses yang lebih panjang.


Kondisi Titan

Penampakan Titan yang berwarna oranye disebabkan oleh kabut molekul organik yang menyelubungi sang bulan. Partikel-partikel dalam kabut pada akhirnya akan jatuh ke permukaan dan bertemu dengan kondisi yang pada akhirnya memicu terbentuknya kehidupan.
Sayangnya, para peneliti masih belum bisa memastikan apakan partikel kabut tersebut mengandung nitrogen atau tidak. Jika sebagian partikel merupakan molekul organik yang mengandung nitrogen yang sama dengan yang digunakan dalam lab, maka kondisi yang memicu terjadinya kehidupan akan terjadi.


Dimanakah Nitrogennya?

Para peneliti melakukan simulasi lapisan teratas atmosfer Titan yang tipis karena hasil yang diberikan misi Cassini mengindikasikan keberadaan radiasi ultraungu ektrim yang menimpa atmosfer Titan sehingga membentuk molekul organik kompleks. Alasan inilah yang membuat Imanaka dan Smith menggunakan synchroton Advanced Light Source di Lawrence Berkeley National Laboratory, di Barkeley, Calif untuk menembakkan cahaya ultra ungu berenergi tinggi pada tabung stainless steel yang mengandung gas nitrogen dan metana pada tekanan yang sangat rendah. Setelah itu, para peneliti menggunakan spektometer untuk menganalisa kimiawi yang dihasilkan dari radiasi tersebut.
Pada awal percobaan, Imanaka hanya menganalisis gas yang ada di tabung, dan ia bahkan tak bisa menemukan nitrogennya. Nitrogen sepertinya hilang begitu saja. Bahkan ia dan Smith sempat berpikir ada kesalahan dalam eksperimen tersebut dan bahkan setelah melakukan pengecekan ulang pada sistem mereka masih tak bisa menemukan nitrogen.
Misterius! Kemanakah nitrogen itu menghilang?
Akhirnya kedua peneliti itu bisa menemukan dimana nitrogen itu berada. Nitrogen itu ternyata terkumpul dalam potongan-potongan sampah coklat pada dinding tabung. Menarik, karena bisa jadi inilah yang terjadi di Titan.
Diperkirakan senyawa seperti inilah yang terbentuk di lapisan atas atmosfer Titan dan kemudian jatuh ke permukaan Titan. Sekali mereka ada di permukaan, senyawa-senyawa ini bisa berkontribusi pada lingkungan yang memang kondusif untuk terjadinya evolusi kehidupan.


Permukaan Titan

Permukaan Titan ternyata memiliki kemiripan yang sangat dekat dengan Bumi, melebihi benda lainnya yang ada di tata Surya, meskipun ada perbedaan besar pada temperatur dan kondisi lingkungan lainnya.
Misi bersama NASA/ESA/ASI, Cassini-Huygens berhasil mengungkap detil geologi permukaan Titan yang masih muda. Di sana tampak beberapa kawah akibat tumbukan, rantai pegunungan, bukit pasir dan juga “danau”. Instrumen RADAR di orbiter Cassini juga berhasil menembus atmosfer Titan yang tebal dan berkabut, sehingga akan lebih banyak lagi misteri berbagai area di Titan yang dapat diungkap.
Titan memang sudah sejak lama menarik perhatian para peneliti karena ia adalah satu-satunya satelit yang diketahui memiliki atmosfer tebal sekaligus satu-satunya benda langit yang memiliki genangan cairan di permukaan. Danau yang juga ada di daerah kutub utara dan tampak menyebar di kutub selatan ini diperkirakan merupakan cairan hidrokarbon seperti metana dan etana.
Dengan kondisi suhu rata-rata di permukaan Titan yang rendah, yakni 180 derajat Celcius, air akan sangat sulit bertahan di Titan kecuali sebagai es yang sekeras batu karang. Di titan, metana menggantikan peran air dalam siklus hidrologi penguapan dan pengendapan (hujan dan salju) dan akan tampak dalam bentuk gas, cairan maupun benda padat. Hujan metana memotong kanal yang ada dan membentuk danau di permukaan sehingga mengakibatkan terjadinya erosi dan menghilangkan kawah tumbukan meteor.
Penelitian lain yang juga disampaikan dalam IAU GA mengacu pada aktvitas vulkanik di Titan saat ini. Namun bukannya melontarkan magma panas, “cryovolcanoes” (es vulkanik) ini juga melontarkan suspensi dingin dari air es dan amonia. Kondisi ini dideteksi oleh instrumen Visual and Infrared Mapping Spectrometer (VIMS) pada Cassini. VIMS sebelumnya telah mendeteksi area yang disebut Hotel Regio, dan ditemukan juga keberadaan amonia beku yang terselubung. Meskipun amonia tidak terekspos namun pemodelan bisa membuktikan kalau amonia memang ada di bagian dalam Titan, dan mengindikasikan kalau prosesnya memang bekerja untuk menghantarkan amonia ke permukaan. Selain itu RADAR juga menemukan struktur yang mirip dengan gunung api di kebumian di dekat area endapan amonia.
Dalam IAU GA ini, citra inframerah terbaru dari area endapan akan diungkapkan juga. Citra ini memiliki resolusi 10 kali lebih tinggi dari pemetaan saat ini. Citra tersebut akan menunjukkan cryovolcanism telah menyimpan amonia ke permukaan Titan. Tak bisa dipungkiri kalau amonia bersama metana dan nitrogen merupakan komponen peting pada atmosfer Titan dan memiliki kesamaan dengan kondisi linkungan di Bumi saat kehidupan pertma kali muncul.
Pertanyaan menari yang muncul, apakah proses kimiawi di Titan ini mendukung kimia prebiotik di awal evolusi kehidupan di Bumi?
Kondisi kebumian lainnya yang juga terungkap adalah bukit pasir yang terbentuk dari angin dingin serta rantai pegunungan. Rantai pegunungan ini tampatknya terbentuk secara tektonik saat kerak Titan dimampatkan dan menjadi beku. Di Bumi, kerak Bumi terus bergerak dan menghasilkan gempa bumi meretakkan bukit-bukit di planet ini.
Para peneliti Titan berharap mereka akan dapat mengamati titan lebih lama lagi dengan Cassini agar dapat melihat perubahan musim disana. Citra lainnya juga menunjukkan danau yang hampir kering di area kutub selatan, sehingga diperkirakan hidrokarbon di daerah itu tengah mengalami penguapan akibat musim panas. Jika musim berubaha dalam beberapa tahun dan musim panas kembali ke area utara, danau di area tersebut diperkirakan akan mengalami penguapan dan pada akhirnya akan ada genangan di selatan.

Mosaik pemetaan permukaan Titan. Kredit : NASA/JPL


Gerimis Di Titan

Very Large Telescope (VLT) milik ESO di Chili dan W.M. Keck Observatory di Hawaii untuk pertama kalinya mendapatkan citra awan yang melingkupi hampir seluruh permukaan Titan, salah satu satelit Saturnus. Bersama itu pula didapati gerimis pagi di kaki bukit sebelah utara Xanadu, dataran luas di Titan. Tapi, jangan salah, gerimisnya adalah gerimis metana. Pada sebagian besar citra yang ditangkap oleh Keck dan VLT, awan metana cair dan gerimis tampak di bagian pagi Titan, yakni bagian Titan yang baru saja berotasi ke arah datangnya sinar Matahari. Timbulnya hujan barangkali dari proses turunnya hujan di Bumi. Gerimis pagi hanya tampak di Xanadu dan tidak selalu pada lokasi yang sama. Gerimis ini bisa jatuh hingga ke daratan atau berubah menjadi kabut. Gerimis atau kabut tadi akan lenyap setelah lewat pagi setelah 3 hari.

phot-47-07-preview.jpg

Bukti adanya awan yang menyerupai awan sirus dan gerimis metana pertama kali terlihat ketika tim yang meneliti Titan menganalisa data yang diambil tanggal 28 Februari 2005 dari SINFONI, sebuah spektrograf baru di VLT. Bukti ini diperkuat oleh citra-citra dan spektra yang diambil oleh OSIRIS, spektograf di teleskop Keck II, pada tanggal 17 April 2006.
Titan merupakan satu-satunya satelit di Tata Surya yang memiliki atmosfer tebal. Atmosfernya sebagian besar berupa nitrogen dan mirip dengan atmosfer Bumi di masa lampau. Observasi-observasi sebelumnya menunjukkan seluruh permukaan satelit ini dilingkupi oleh kabut hidrokarbon hingga ketinggian 500 km. Terlihat kabut yang lebih tebal di kutub selatan satelit yang lebih besar dari Merkurius ini sedangkan tudung kabut berada di ketinggian antara 30 km hingga 50 km.
Karena temperatur permukaannya yang sangat dingin (-183 derajat celcius), metana dan etana di Titan berwujud cair atau padat. Di Bumi kedua gas ini bersifat mudah meledak. Beberapa feature di dekat kutub diduga merupakan danau hidrokarbon cair (analog dengan laut di Bumi) dan ada kemungkinan danau ini berisi presipitasi metana. Namun, hingga kini, belum pernah diamati adanya hujan di Titan secara langsung.
Awan di Titan pertama kali dilihat pada tahun 2001 oleh grup de Pater dan rekan-rekannya di Caltech dengan menggunakan teleskop Keck II. Awan metana beku ini melayang-layang pada ketinggian sekitar 30 km di dekat kutub selatan Titan. Sejak saat itu, awan etana juga diamati di kutub utara Titan oleh wahana Cassini sementara baik Cassini maupun Keck memotret awan metana yang tersebar di bagian selatan Titan. Wahana Huygen yang dilepaskan dari Cassini dan nyemplung ke dalam atmosfer Titan mengumpulkan kelembaban relatif Titan. Data ini mendukung bukti awan metana beku berada pada ketinggian antara 25 km hingga 30 km sedangkan awan metana cair – dengan kemungkinan menimbulkan gerimis – berada di ketinggian antara 15 km hingga 25 km.
Citra-citra yang baru sekarang menunjukkan lingkupan awan metana beku yang luas di ketinggian 25-30 km. Menurut Adamkovics, ketua tim, ini merupakan jenis awan yang baru – awan metana global. Hasil ini konsisten dengan hasil yang diperoleh Huygen. Citra-citra ini juga menunjukkan awan metana cair di ketinggian kurang dari 20 km. Uniknya, rintik gerimis metana berukuran sekitar 100 kali ukuran rintik gerimis yang terjadi di Bumi. Hanya saja, karena awan di Titan dan di Bumi kurang lebih mengandung cairan yang serupa, rintik gerimis di Titan lebih luas dan memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan di Bumi. Itulah sebabnya awan ini sulit dideteksi. Selain itu gerimis yang meliputi area yang luas dan terus menerus mungkin mekanisme utama yang mengembalikan metana dari atmosfer ke permukaan Titan dan mengakhiri siklus metana (analog dengan siklus air di Bumi).
Jadi, Apa pendapat anda ?

4 komentar:

A mengatakan...

saya rasa mungkin bisa juga dihuni oleh hewan.

Tapi bagaimanakah dengan manusia? kan kita butuh oksigen? Apakah di sana ada oksigen yg cukup untuk manusia?

oiya, boleh tukeran link?

link anda sudah saya pasang di blog saya.

ensiklopediadi.blogspot.com

Riyeku mengatakan...

pertamaxxx....
wakakakakakkakk...
tp brad apa sudah ada yang mencoba hidup di titan??.
atau mengirim makhluk hidup untuk di coba di sana???.
oh iah link brad sudah di pasang di saya. salam kenal

the mental realm mengatakan...

@ Adi : Asalkan ada air yang melimpah, pasti d sna jg ada oksigen yg mlimpah. krena air jg trdiri dr oksigen. dan air jg sumber kehidupan slain matahari.

@ Riyeku : thx sblumnya. stau sya sih blm ada, krena jarak Titan jauh dari bumi. kemungkinan kehidupan d sna spertinya bru hipotesis saja.

blog doodey (teknik seo blogspot) mengatakan...

wess... seru2 nihh rtikelnya...
tukaran link yuk gan ???terimakasih ...
ditunggu kunjungan balik dan konfirmasinya ...

Posting Komentar